Senin, 02 Februari 2015

Filled Under:
,

Islam Memandang Kepemimpinan

Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Islam memandang kepemimpinan sebagai sesuatu yang harus ada. Sebagaimana banyak disebutkan dalam teks Alquran dan Hadits. Begitu pun dengan beberapa qaul al-sahabah (perkataan sahabat) yang menghendaki untuk adanya kepemimpinan. Allah berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa [4]: 59).
Nabi Muhammad secara jelas menyebutkan soal kepemimpinan dalam salah satu sabdanya, “Setiap orang di antara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di tengah keluarganya dan akan dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang istri adalah pemimpin dan akan ditanya soal kepemimpinannya. Seorang pelayan/ pegawai juga pemimpin dalam mengurus harta majikannya dan ia dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya.” (Shahih Al-Bukhari dari Ibnu Umar r.a. no. 893, 2409, 2558, 2751, 5188, 5200 dan Shahih Muslim dari Ibnu Umar no. 4724, HR. Tirmidzi; bab al-jihad, HR. Abu Dawud; bab al-Imarat dan HR. Ahmad; bab al-Iman).
Kebaikan yang tidak terorganisir akan dapat terkalahkan dengan keburukan yang terorganisir (Ali bin Abi Thalib). Tiada Islam melainkan dengan jama’ah, tiada jama’ah melainkan dengan kepemimpinan, dan tiada kepemimpinan melainkan dengan ketaatan (Abu Bakar al-Shiddiq).
Taat dan patuh kepada Ulil Amri dalam ketentuan-ketentuan Allah adalah wajib. Ini berdasarkan suruhan supaya kembali kepada Alquran dan As-Sunnah dalam memecahkan segala persoalan yang diperselisihkan. Karena itu jika seorang pemimpin memerintahkan sesuatu yang sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya maka seluruh kaum Muslimin wajib mentaati perintah tersebut. Jika memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya maka dia tidak punya hak untuk ditaati dan dipatuhi (Hawwa, 2013: 101).
Pemimpin merupakan wakil Tuhan dalam mengurus umat manusia dan sekaligus wakil umat manusia dalam mengatur dirinya. Pemimpin yang menghayati bahwa hakikat kepemimpinan adalah pertanggung jawaban diharapkan masing-masing orang berusaha untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi masyarakat luas. Pemimpin/ penguasa tidak ditempatkan pada posisi sebagai sayyid al-ummah (penguasa umat), melainkan sebagai khadim al-ummah (pelayan umat). Dengan demikian, kemaslahatan umat wajib senantiasa menjadi pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan oleh para penguasa, bukan sebaliknya rakyat atau umat ditinggalkan (Hamzah, 2011: 202).
Urgensi Kepemimpinan
Dalam Islam kepemimpinan sangat urgen keberadaannya. Urgensi kepemimpinan dapat tergambarkan dalam perkataan al-Afwah al-Audi’, seorang penyair jahili yang mengatakan:
“Kekacauan tidak akan menyelamatkan manusia selama tidak ada pemimpin, pemimpin tidak akan ada apabila orang-orang bodoh berkuasa. Rumah tidak akan berdiri di atas tiang, tiang tidak akan ada apabila tidak dibangun fondasi. Apabila pondasi, tiang, dan penghuni berkumpul, maka mereka akan sampai pada tujuan yang dikehendaki.”
Orang-orang yang pesimis takut jika angin bertiup tidak sesuai dengan arah kapal, sedangkan orang yang optimis senantiasa berharap angin menjadi tenang. Akan tetapi, seorang pemimpin dia akan membetulkan letak layarnya agar bisa mengambil manfaat dari kekuatan angin tersebut (As-Suwaidan & Basyarahil, 2005: 13).
Hakikat Kepemimpinan
Bicara soal kepemimpinan, maka perlu kiranya untuk melihat lebih dalam apa hakikat kepemimpinan. Menurut Jasiman (2012: 233-239), beliau memaknai kepemimpinan sebagai berikut:
  1. Kepemimpinan adalah kepedulian
Pemimpin yang sebenarnya adalah pemimpin yang lahir dari masyarakat. Ia adalah orang yang prihatin atas situasi dan kondisi yang melanda masyarakatnya, lantas ia memberikan kepedulian dengan memberikan advokasi dan pembelaan. Ia adalah orang yang mencintai masyarakat dan berat hati melihat mereka dalam kesulitan. Ia adalah orang yang dengan cintanya selalu berusaha mencari solusi atas problematika yang mereka hadapi. Demikian itulah yang dirasakan oleh Rasulullah, sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Alquran:
Artinya: “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah: 128).
  1. Kepemimpinan adalah amanah dan tanggung jawab
Ketika seseorang diangkat atau ditunjuk untuk memimpin suatu lembaga atau institusi maka ia sebenarnya mengemban tanggung jawab yang besar. Ia harus mempertanggungjawabkannya di hadapan manusia dan di hadapan Allah. Jabatan bukan merupakan keistimewaan, apalagi kalau jabatan itu bukan diberikan kepadanya tapi ia sendiri yang memintanya. Terlebih buruk lagi apabila kepemimpinan atau jabatan itu ia dapatkan dengan dan membohongi rakyat melalui money politic-nya. Jadi, seorang pemimpin atau pejabat tidak boleh merasa menjadi manusia yang istimewa dan menuntut diistimewakan.
  1. Kepemimpinan adalah pengorbanan
Menjadi pemimpin atau pejabat bukanlah untuk menikmati kemewahan atau kesenangan hidup dengan berbagai fasilitas duniawi yang menyenangkan. Sebaliknya, menjadi pemimpin adalah untuk berkorban lebih banyak bagi kemaslahatan agama, umat, bangsa, dan negaranya. Apalagi ketika masyarakat yang dipimpinnya berada dalam kondisi sulit.
  1. Kepemimpinan adalah kerja keras
Ketika seseorang diberi amanah kepemimpinan, pada saat itu ia dituntut untuk bekerja keras menunaikan tugas dan tanggung jawab besar yang akan ditanyakan di akhirat nanti, apakah dia menjaga amanah atau melalaikannya. Dalam hal ini Rasulullah bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya Allah akan menanyakan kepada setiap pemimpin tentang kepemimpinan yang dibebankan kepadanya; apakah dia menjaganya atau melalaikannya; hingga seorang laki-laki akan ditanya tentang anggota keluarganya.” (HR. Ibnu Hibban).


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2015/01/12/62442/islam-memandang-kepemimpinan/#ixzz3QdRnE9lR 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 It's About All.