Senin, 23 Februari 2015

Filled Under:
,

Rasulullah SAW Negarawan yang Peduli Masalah-Masalah Sosial

Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com - Masyarakat muslim yang benar-benar Islami senantiasa suci dan terjaga dari noda-noda sosial dibanding dengan masyarakat sosial lain. Lingkungan muslim hidup mewarnai kehidupan dengan akhlak baik dan kemajuan ilmu pengetahuan yang berupaya mengangkat derajat akhlak sosial masyarakat ke derajat yang mampu memenangkan kebenaran dari kebatilan.
Yang diyakini Rasulullah Saw pelopor dasar-dasar masyarakat sosial yang beretika dan berakhlak mulia yang tidak ada duanya. Hakikat ini diamini kebenarannya oleh masyarakat dunia, baik yang muslim atau bukan. Berikut ini khazanah sosial hadits-hadits Rasulullah Saw sebagai bukti nyata dari kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial umat:
1. Penyakit dengki, hasut, saling menghujat, menyikut, mencemarkan nama baik, membunuh karakter, dan saling membelakangi antara sesama muslim
Penyakit akut ini menggerogoti umat sejak dulu. Penyakit sosial yang butuh sentuhan dingin Rasulullah Saw dalam menetralkan kembali hawa buruknya yang membuat lapuk atap dan dinding kehidupan masyarakat. Ingat! Dengki dan hasut memangsa kebaikan orang yang menghasut seperti api melalap kayu bakar. Meskipun penyakit jiwa ini terhitung kritis, tetapi penyembuhannya bukanlah mustahil. Yang mustahil jika setiap lapisan masyarakat tidak merapatkan barisan, tidak saling menopang, saling melepas tangan dalam menghadapinya. Masyarakat yang selamat masyarakat yang melihat diri mereka seperti satu jasad. Jika salah satu anggota jasad itu merintih kesakitan, yang lain terkontaminasi merasakan sakitnya. Masyarakat Islam yang merapat seperti gigi sisir yang berdiri sejajar. Jika ada yang jatuh, seekor kutu punya peluang selamat untuk tidak terjaring dari gigi sisir. Jika fungsi masyarakat diabaikan oleh salah satu dari mereka, maka fungsi-fungsi lain pun ikut terganggu. Mementingkan diri sendiri demi memenuhi satu hajat seperti mengubur maslahat umum masyarakat secara luas. Masyarakat Islam seperti itu, masyarakat yang rukun, damai, saling memahami, berbagi rasa dan duka. Tidak ada gambaran sosial yang paling indah dari apa yang disuarakan Islam di hadits-hadits berikut:
             عَنْ أَبِيْ هُرَيْرةَ t قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ r: (إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ! فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطبَ).([1])
عَنِ النُعْمَانِ بِنْ بَشِيْر t: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ r يقولُ: (مَثَلُ المُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالحُمَّى).([2])
2. Kepedulian sosial terhadap derita sesama yang hilang
Di sana masalah-masalah sosial menunggu di pinggir jalan, kolom jembatan, perumahan kumuh dan daerah-daerah miskin yang terisolir dari pantauan kaca mata kepedulian pemerintah setempat.
Kini, jarak komunitas orang-orang kaya dan miskin semakin renggang. Yang tiap hari menghirup udara segar air conditioner lupa masyarakat miskin yang mandi keringat banting tulang demi sesuap nasi. Yang menumpangi kendaraan mewah tidak tersentuh dengan pengamen, orang-orang cacat dan yang tidur beralaskan aspal dan batu-batu kerikil trotoar. Yang hidup di apartemen mewah, villa dan istana, kurang tersentuh dan terpanggil untuk melihat masalah masyarakat miskin sekitar dengan dekat, tidak terpanggil memberi jalan keluar meski itu hanya untuk sementara waktu. Masyarakat Islam tidak seperti itu, masyarakat yang menginginkan kebaikan terhadap sesama, mengikutsertakan orang lain merasakan nikmat, dan menghindarkannya dari hal-hal yang ditakutkan, sifat mulia masyarakat Islam ini disuarakan hadits-hadits berikut:
عَنْ أَنَسٍ t عَنْ النَّبِيِّ r قَالَ: (لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه). ([3])
عَن الْحَارِث عَن عَلّي مَرْفُوعا: (للْمُسلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتَّةٌ بِالْمَعْرُوفِ: يُسَلِّمُ عَلَيْهِ إِذَا لَقِيَهُ، وَيُجِيْبُهُ إِذَا دَعَاهُ، وَيُشَمِّتُهُ إِذَا عَطَسَ، وَيَعُوْدُهُ إِذَا مَرِضَ، وَيَتْبَعُ جَنَازَتَهُ إِذَا مَاتَ، وَيُحِبُّ لَهُ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ).([4])
3. Tidak terpanggil menghidupkan kebaikan dan mengangkat kemungkaran
Di sana tempat-tempat kemaksiatan tumbuh menjamur menunggu teguran, sentuhan tangan-tangan mencegah dan larangan seumur hidup. Di jalan-jalan onar dan maksiat beterbangan seperti polusi udara yang menyesakkan nafas. Di klub-klub malam segala aksi seksual dipertunjukkan seperti melihat bintang-bintang di langit dengan terbuka dan bebas. Di tempat-tempat perjudian harta–harta Allah SWT terhambur bukan pada tempatnya, sementara fakir-miskin mati kelaparan. Amar ma’ruf nahi mungkar hendaknya digalakkan dari mini tarbiyah rumah. Anak yang terdidik baik punya proteksi diri dari pengaruh-pengaruh negatif lingkungan di tengah era global informasi yang ingin memasuki semua lini meski itu tabu menurut Islam. Yang sangat menyedihkan, generasi muda Islam membuang waktu mereka di tempat-tempat kemaksiatan tanpa punya beban moral terhadap agama, keluarga dan masyarakat setempat. Mereka menghabiskan waktu di dunia maya website-website internet tanpa diawasi kontrol agama, curhat terlarang, mengunjungi website-website kotor yang menayangkan aksi pornografi hingga mengatur janji melakukan hubungan intim di luar nikah yang memalukan. Yang paling menyedihkan lagi, jika pemerintah yang punya power untuk mencegah, menindaklanjuti dan menghukum diam seribu bahasa seperti tidak tahu. Dan yang paling memilukan, jika kemaksiatan dan keonaran sudah menjadi bagian dari kebijakan pemerintah. Ingat! Kejahatan yang terorganisir oleh pihak-pihak tertentu sebab utama dari doa-doa yang tidak mustajab meski itu datang dari orang-orang shalih. Ingat! Maksiat itu juga sebab dari aneka bencana alam dan musibah yang menimpa, teguran yang menelan korban tanpa pilih; bayi, anak muda, orang tua, ulama, orang jahat, pemegang kebijakan, rakyat melata, semuanya ditelan tanpa terkecuali. Hematnya, jika ada tahi kucing ditemukan di lantai, maka bukan hanya bidang lantai yang dijangkiti kotoran tersebut dicuci bersih, tapi bidang-bidang lain pun dicuci bersih seperti semuanya telah kotor. Gema sosial kenabian ini diperdengarkan hadits-hadits berikut:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرةَ t قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ r: (لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُسَلِّطَنَّ الله عَلَيْكُمْ شِرَارَكُمْ فَيَدْعُو خِيَارُكُمْ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَهُمْ).([5])
عَنْ أَبِيْ سَعِيْد الْخُدْرِي t قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ r: (مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ) .([6])
4. Tidak ada proteksi sosial terhadap diri dan keluarga
Seperti yang disebutkan di atas, keluarga mini tarbiyah yang butuh perhatian khusus. Tetapi, proteksi diri kepala keluarga lebih diperlukan karena ia adalah ikon terpenting dalam tarbiyah rumah tangga. Muara ketimpangan sosial bermula dari keluarga yang kurang memberi perhatian terhadap anggotanya. Dengan memperbaiki diri, seseorang dapat menjadi contoh terhadap yang lain sehingga dengan sendirinya akhlak-akhlak sosial terbangun. Tetapi, jika tidak ada yang dapat lagi menjadi publik figur yang dapat dicontoh, siapa lagi yang bisa diidolakan membawa perubahan akhlak sosial ke arah yang lebih baik?
Memperbaiki diri dimulai dengan melaksanakan ketaatan, meninggalkan kemungkaran, berakhlak dan beradab mulia. Setelah itu, mulai mengajar dan mendidik keluarga, kerabat, tetangga, sahabat dan masyarakat lingkungan secara luas. Bukankah ini yang didengungkan Q.S. At-Tahrim (66): 6:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ).
Olehnya itu, Rasulullah Saw menuntun orang tua didik untuk mentarbiyah anak mereka mendirikan shalat sejak dini dan memisahkan anak-anak mereka; perempuan dari lelaki di tempat tidur masing-masing jika mereka berusia 10 tahun. Shalat tiang agama. Jika ditegakkan dengan penuh pemaknaan, ibadah lain pun dengan ikhlas dan ringan ditegakkan. Jika tiang sosial tertancap kuat, membangun dan membina atap dan dinding pun mudah. Kepedulian sosial ini disuarakan hadits berikut:
عَنْ أَنَسٍ t قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ r: (عَلِّمُوا أَوْلاَدَكُمُ الصَّلاَةَ إِذَا بَلَغُوا سَبْعاً، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا إِذَا بَلغُوا عَشْراً، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في المَضَاجِع). ([7])
5. Suka melukai perasaan orang lain
Lidah nikmat jika dipakai berdzikir, berdakwah dan mengajar, tetapi lidah laknat bagi yang memakainya mencaci maki, memfitnah, berbohong dan mengeluarkan kata-kata kotor. Lidah sumber kenikmatan, ia pun di lain waktu dapat menjadi sumber malapetaka besar. Dengan ghibah dan fitnah kehormatan dan kesucian ternodai. Yang mengghibah seperti memakan mentah daging saudara. Siapa yang tidak jijik? Orang lain dapat dikucilkan diisolasi, dan dicampakkan masyarakat karena ghibah dan namimah lidah. Yang dahulunya terhormat kini terhina, yang disegani kini diinjak-injak dan yang kaya kini miskin melarat. Semuanya karena lidah. Olehnya itu, sebelum Anda melepaskan lidah mengghibah menamimah pikirkan dulu saudara Anda sendiri. Apakah Anda siap dimisalkan Q.S. Fatir (35): 12 seperti orang yang memakan mentah daging saudara sendiri. Jika Anda jijik, pastikan diri Anda juga jijik mengghibah dan memfitnah.
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ).
Jika Anda bertanya: “apakah itu ghibah?”
Kepada Anda dikatakan: “ghibah itu sesuatu yang Anda tidak berani ungkapkan di hadapan saudaramu.” Jadi, apa yang Anda katakan di belakang saudara Anda sendiri itu terhitung ghibah dalam keadaan ia tidak tahu.
Abu Iyas berkata: “Jika ada orang cacat tangan lewat di depan Anda, kemudian Anda pun mengisyaratkan dengan tangan kepada cacatnya dan berkata: “si buntung,” itu pun terhitung ghibah.”([8])
Tetapi, tidak semua ghibah itu tercela, di antaranya ada yang dibolehkan syariat, yaitu ghibah yang menanamkan kebaikan, seperti menyebut kejelekan dan kejahatan seseorang dalam keadaan ia tidak tahu untuk menjadi peringatan dan pelajaran terhadap orang lain.
Hasan al-Basri berkata: “tidak terhitung ghibah 3 perkara ini: mengghibah imam yang menyimpang dari syariat, orang fasik yang berbuat onar terang-terangan dan ahli bid’ah yang menyebar bid’ahnya.”([9])
Olehnya itu, Rasulullah Saw tidak mengkategorikan orang yang suka mengghibah sebagai orang-orang yang beriman dengan hati, meskipun lidahnya telah mengucapkan rukun iman. Aib orang-orang seperti ini akan dibuka Allah SWT di muka umum sebagai balasan dari kebiasaan mereka yang suka mengghibah. Dan yang paling menyakitkan apabila aurat kehormatan dan aib diri dibeberkan di hadapan muka sendiri di tengah keluarga. Ancaman sosial bagi yang suka mengghibah disebutkan hadits Rasulullah Saw berikut ini:
عَنْ أَبِى بَرْزَةَ الأَسْلَمِىِّ t قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ r: (يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الإِيمَانُ قَلْبَهُ، لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ، وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِى بَيْتِهِ). ([10])
6. kepedulian terhadap masyarakat miskin mulai memudar
Masyarakat fakir-miskin bukan sampah masyarakat. Mereka ada di tengah-tengah kita sesuai dengan takdir dan hikmah Allah SWT. Tetapi, ada yang melihat rendah dan hina mereka, menganggap mereka hanyalah parasit yang mengganggu perputaran ekonomi dan menjadi aib masyarakat. Tetapi mereka jauh lebih mulia dari itu. Bahkan yang miskin tetapi sabar dan syukur, jauh lebih mulia di sisi Allah SWT dari yang kaya tetapi sombong.
Kekayaan khazanah qudrah Allah SWT menginginkan mereka. Dia tidak terlihat kaya tanpa mereka. Olehnya itu, mereka mulia karena diperankan Allah SWT untuk mengilhamkan kekayaan dan Qudrah-Nya yang mutlak.
Akhirat menginginkan mereka. Seandainya bukan mereka, banyak anak manusia yang lupa daratan, lupa akhirat dan akan menjadi penghuni-penghuni neraka. Jadi mereka mulia karena telah memerankan peran sosial yang luar biasa. Mereka seperti berpesan:
“Wahai yang dibutakan kilauan harta dan popularitas semu! Kami ini lebih mulia dari apa yang Anda duga. Kami ini dimuliakan Allah SWT. Kami disebut Al-Quran sebagai pengikut nabi-nabi Allah SWT yang cepat tersentuh dan percaya terhadap dakwah mereka. Karena kami juga, Anda yang berduit dekat Allah SWT dengan sedekah, infaq dan zakat harta Anda. Kami tidak meminta Anda untuk peduli terhadap kami, tetapi Allah dan rasul-Nya yang mewajibkan Anda untuk peduli. Jika Anda peduli, Anda pun telah menghidupkan kepedulian Al-Quran dan sunnah terhadap kami.”
Jika Anda masih bertanya: “Kenapa Al-Quran dan sunnah mewajibkan saya peduli mereka, bukankah harta itu hasil jerih payah sendiri? Kenapa setiap hasil usaha tersebut diwajibkan atasnya zakat, bukankah itu saya peroleh setelah mengeluarkan biaya banyak dan tenaga? Apakah ini sebuah keadilan?”
Syariat menjawab: “Anda boleh bertanya seperti itu, tetapi Anda diharap memahami bahwa yang Anda punya bukan milik Anda sepenuhnya. Itu titipan Allah untuk menjadi sarana kebaikan antara sesama. Bukankah harta itu kadang hilang, meski Anda telah memberikan penjagaan yang ketat? Di harta itu ada hak fakir-miskin. Di harta itu juga, ada obat sosial yang dapat menjaga kesenjangan masyarakat kaya dan miskin. Bukankah kehancuran Fir’aun, Qarun, dan para pengikutnya disebabkan oleh kesombongan, ketamakan dan hardik mereka terhadap fakir-miskin? Harta Anda sarana efektif menghilangkan kesenjangan sosial di antara lapisan masyarakat.
Jadi, ketenteraman dan kedamaian masyarakat lebih ditentukan oleh sejauh mana kepedulian orang-orang kaya terhadap fakir-miskin. Jangan berdiam diri di rumah mewah Anda menunggu kedatangan mereka mengetuk pintu meminta-minta! Tetapi tanggalkanlah jubah kesombongan Anda dan datangi mereka dengan penuh ikhlas yang disertai senyum persaudaraan dan keakraban mengulurkan sentuhan kepedulian terhadap derita mereka!
Apa yang terjadi di masyarakat sekarang dari perampokan, pencurian dan penipuan lebih dipengaruhi oleh kepedulian antara sesama yang mulai memudar.
Ustadz Said Nursi berkata:
Mustahil tercapai kehidupan damai dan rukun dalam masyarakat, kecuali dengan menjaga keseimbangan antara orang-orang kaya (al-khawâsh) dan para fakir-miskin (al-awâm). Dengan dasar balance ini akan terbina rasa iba orang kaya terhadap orang miskin, serta taat dan hormat orang miskin terhadap orang kaya.”([11])
Gema kepedulian ini merupakan bias dari cahaya kepedulian Rasulullah Saw terhadap keurgensian zakat dalam memerangi kemiskinan seperti yang disuarakan hadits berikut:
(الزَّكَاةُ قَنْطَرَةُ الإِسْلاَمِ).([12])
Di penghujung tulisan ini, saya mengajak pemerhati akhlak-akhlak sosial menyuarakan kesimpulan berikut:
“Rasulullah Saw pelopor kepedulian akhlak-akhlak sosial yang menjadi obat mujarab dalam memerangi masalah-masalah sosial era global sekarang. Tidak ada masalah sosial kecuali obat maknawinya dapat ditemukan di hadits-hadits Rasulullah Saw. Tulisan ini hanya memaparkan sebagian kecil dari akhlak-akhlak sosialnya yang menyejukkan. Meskipun demikian, ia mengoleksi khazanah kemuliaan akhlak sosial Rasulullah Saw yang menunjukkan kepeduliannya terhadap isu-isu sosial yang terjadi dan yang akan terjadi di kemudian hari. Olehnya itu, hadits-hadits akhlak sosial Rasulullah Saw senantiasa hidup mewarnai kehidupan selagi kehidupan itu sendiri datang dengan masalah-masalahnya yang butuh pengobatan. Sunnah Rasulullah Saw seperti toko obat besar yang memamerkan aneka obat sosial. Yang sakit atau menemukan masyarakat sosial yang digerogoti penyakit akut diajak dengan indahnya oleh Rasulullah Saw untuk mengunjungi draft-draft toko obat tersebut secara leluasa dan terbuka. Siapa tahu mereka menemukan di sana obatnya sehingga keimanan dan keinginan mereka untuk dekat dengan Rasulullah Saw lebih dipacu lagi. Yang menang mereka yang mengamalkan sunnahnya dengan penuh keyakinan dan ikhlas.”

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 It's About All.